Di dalam Adabul Mufrod karya Imam al-Bukhori disebutkan sebuah hadist yang diriwayatkan dari Qubaishah bin Burmah al-Asadi, dia berkata, aku bersama Nabi SAW dan mendengar beliau bersabda, ”Ahli kebaikan di dunia adalah ahli kebaikan di akhirat dan ahli kemungkaran di dunia merupakan ahli kemungkaran di akhirat.” (hadist shohih, diriwayatkan juga di dalam ad-Durr al-Mantsur as-Suyuthi dan al-Hakim) Selain itu Imam al-Bukhari (juga oleh Imam Tirmidzi) meriwayatkan; Al-arwahu junnuudun mujannadah – Ruh itu gerombolan yang digerombolkan (kumpulan yang dikumpulkan, bala yang dibalakan).
Spirit inilah yang diusung untuk menorehkan bait lirik syair tombo ati yang ketiga – Kaping telu wong kang sholeh kumpulono. Kalau kita berkumpul dengan orang-orang baik, maka kita akan diselimuti aura baik pula. Orang baik itu seperti penjual minyak wangi – kata Nabi. Jadi orang baik itu akan menyemprotkan wangi-wangiannya ke sekelilingnya. Jadi sekitarnya akan menjadi harum karenanya. Oleh karena itu dekat-dekatlah kita kepada penjual minyak wangi sebab kalaupun toh tidak mampu membeli kita akan memperoleh bau wanginya – itulah dawuh Kanjeng Nabi.
Dari Anas r.a., ia menuturkan, Rasululloh SAW bersabda, ”Dan perumpamaan teman duduk yang baik itu bagaikan penjual minyak wangi kasturi, jika minyak kasturi itu tidak mengenaimu, maka kamu akan mencium bau wanginya. Dan perumpamaan teman duduk yang jelek adalah seperti tukang pandai besi, jika kamu tidak kena arangnya/percikanny
Kita sering melihat perkumpulan – perkumpulan, klub-klub berdiri, bahkan banyak - berseliweran di sekitar kita. Yang punya Harley Davidsons (HD) bikin HDI club. Yang punya susuki satria bikin Jakarta Satria Club. Ada klub olah raga, klub motor, klub sepeda mirip motor, klub remaja, milist group dll. Itu semua menunjukkan sifat esensial manusia, yaitu berkumpul dalam kesamaan dan keseragaman seperti sesama jenisnya, tujuan atau kepunyaan. Karena semangat kodrati bahwa ruh itu mencari teman yang sejenis. Dampak dari inilah, maka dianjurkan untuk berkumpul dengan orang baik dalam rangka menjaga hati kita untuk tetap menjadi baik. Kita akan malu berbuat jelek ditengah orang yang baik. Kita sungkan bicara jorok di tengah perkumpulan orang alim. Kita takut berbuat nista di tengah para ulama. Kita terdiam – tepekur – untuk menginduksi sekeliling dan sekitar kita. Kita ternganga menginspirasi kebaikan yang ada di depan kita. Kemudian meresapi dan menyerapnya. Selanjutnya kita akan meniru tindakan baik orang di sekitar kita.
Nabi bersabda, ”Agama seseorang itu tergatung teman sepergaulannya, maka melihatlah engkau pada siapa berteman?” (Rowahu at – Tirmidzi) Teman yang baik adalah teman yang setia di kala susah dan senang. Dan hati yang baik adalah hati yang mampu beradaptasi dengan situasi apapun. Oleh karena itu segeralah melatih hati kita untuk berkumpul dengan orang-orang baik, pergaulan yang baik dan media yang baik. Sebab untuk menjadi jelek itu lebih gambang daripada menjadi baik. Sesuai kata pepatah; sebab nila setitik rusak susu sebelanga. Jadi kalau tidak krasan dengan tempat pergaulan kita cermatilah. Biasanya orang yang suka ngaji akan senang di lingkungan orang ngaji. Orang yang tidak ngaji akan gerah berada di tempat orang yang suka ngaji. Begitu sebaliknya. Dan hati kita telah berbicara dengan caranya, maka kenalilah.
Untuk berkumpul perlu media – perlu wadah. Nah kita telah mempunyai semua itu. Tinggal kemampuan dan kemauan kita untuk memilah dan memilih dalam wadah yang sesuai dengan karakteristik dan interest kita. Kalau pengin jadi orang faham, seringlah berkunjung ke majelis ta’lim, berkumpulah dengan orang yang mempunyai kefahaman tinggi. Berkunjunglah ke masjid – masjid, berkumpul dengan para mubaligh, para ulama. Jangan pergi ke bar dan diskotik. Seandainya pengin jadi orang kaya berkumpulah dengan orang kaya, biar cepat ketularan kaya. Kalau pengin pinter segeralah bergabung dengan study klub, jangan pergi ke PS – PS dan bermain terus. Namun yang terpenting dari itu semua adalah isilah hati dengan kata mutiara – kalimat hikmah. Dijamin akan berkualitas dan moncer, sehingga bisa menghilangkan sakit-sakit dan borok – borok, noktah hitam yang dikatakan sebagai ron dalam quran. Sehingga manahna bisa beunghar, luas tanpa batas. Bisa menampung serta menyaring semua aspirasi, mengimplementasikan
Selain itu dengan berkumpul dengan orang yang sholih menjadikan kita mempunyai cermin yang bisa membuang segala kotoran yang ada di dalam diri kita. Orang – orang sholih itu menjadi kaca benggala buat kita. Dengannya kita tahu apa yang baik dan apa yang jelek. Jadilah kita insan paripurna. Kalau salah ada yang mengingatkan. Kalau salah ada yang menasehati. Dawuh Kanjeng Nabi SAW, “Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya, seorang mukmin saudara bagi mukmin yang lain, ia harus menjaga perbuatan saudaranya dan melindunginya dari belakang.” (Adabul mufrod – Imam Bukhori, Abu Dawud – no. 4918 derajat hadist hasan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar